Paradoks Kesuksesan
Bayangkan Anda adalah seorang VP yang brilian. Selama 15 tahun, Anda naik dari posisi junior analyst menjadi salah satu eksekutif paling dihormati di perusahaan. Anda pintar. Anda kerja keras. Anda deliver hasil.
Lalu muncul posisi CEO. Anda kandidat terkuat. Semua orang tahu itu. Termasuk Anda.
Tapi posisi itu diberikan ke orang lain. Seseorang yang Anda pikir tidak sepintar Anda. Tidak sekerja keras Anda.
"Kenapa?" Anda bertanya pada diri sendiri, bingung dan sakit hati.
Inilah yang Marshall Goldsmith—executive coach yang telah melatih lebih dari 150 CEO perusahaan Fortune 500—sebut sebagai paradoks kesuksesan: kebiasaan yang membuat Anda sukses sampai di sini bisa jadi justru yang menahan Anda untuk mencapai tingkat berikutnya.
Karena begitu Anda naik ke level yang lebih tinggi, permainannya berubah. Dan jika Anda terus bermain dengan strategi lama, Anda akan kalah.
Buku ini bukan tentang cara menjadi sukses. Ini tentang cara orang yang sudah sukses bisa menjadi lebih sukses lagi.
Bagian 1: Masalah dengan Kesuksesan
Delusi Kesuksesan
Goldsmith memulai dengan observasi yang brutal tapi jujur: semakin sukses seseorang, semakin sulit bagi mereka untuk berubah.
Mengapa?
Karena ada empat delusi yang dimiliki orang sukses:
Delusi 1: "Aku telah berhasil" Ketika Anda telah mencapai level tertentu, Anda mulai percaya bahwa Anda sampai di sini karena semua yang Anda lakukan adalah benar. Setiap kebiasaan Anda, setiap perilaku Anda—semuanya telah "divalidasi" oleh kesuksesan Anda.
Masalahnya: Anda sukses meskipun beberapa kebiasaan buruk Anda, bukan karena mereka.
Delusi 2: "Aku bisa berhasil" Anda percaya bahwa karena Anda sukses di masa lalu, Anda pasti bisa sukses di masa depan dengan cara yang sama. Anda punya track record yang membuktikan ini.
Masalahnya: Masa lalu bukan jaminan masa depan, terutama ketika Anda naik ke level yang berbeda dengan tantangan yang berbeda.
Delusi 3: "Aku akan berhasil" Anda yakin bahwa kesuksesan masa depan adalah destiny Anda. Anda layak mendapatkannya. Anda telah membayar iuran Anda.
Masalahnya: Rasa berhak (entitlement) ini membuat Anda buta terhadap kelemahan yang perlu Anda perbaiki.
Delusi 4: "Aku memilih untuk berhasil" Anda percaya kesuksesan Anda adalah hasil dari pilihan sadar dan strategi brilian. Anda in control penuh.
Masalahnya: Anda mengabaikan peran keberuntungan, timing, bantuan orang lain, dan faktor eksternal lainnya. Arrogance ini membuat Anda sulit menerima feedback.
Mengapa Orang Sukses Menolak Berubah
Goldsmith mengidentifikasi empat alasan utama:
1. Confusing "aku" dengan "aku pikir" - Ketika seseorang mengkritik ide Anda, Anda merasa mereka menyerang identitas Anda.
2. Superstition - "Aku telah melakukan ini selama 20 tahun dan aku sukses. Mengapa harus berubah?"
3. Cognitive dissonance - Informasi yang bertentangan dengan belief Anda diabaikan atau dirationalize.
4. Success as punishment - Pujian yang terus-menerus membuat Anda delusional tentang kelemahan Anda.
Insight penting: Semakin tinggi posisi Anda, semakin sedikit orang yang berani memberitahu Anda kebenaran. Semua orang mengangguk, tersenyum, dan setuju—bukan karena Anda benar, tetapi karena Anda bos.
Bagian 2: 20 Kebiasaan yang Menahan Anda
Marshall Goldsmith mengidentifikasi 20 kebiasaan interpersonal yang, meskipun mungkin tidak menghalangi Anda mencapai posisi senior, pasti akan menghalangi Anda mencapai level tertinggi.
Yang brilian dari daftar ini: Anda tidak perlu berhenti melakukan semuanya. Cukup identifikasi 1-2 kebiasaan terburuk Anda dan stop itu.
Kebiasaan 1: Kebutuhan Berlebihan untuk Menang
Ini adalah kebiasaan paling umum dan paling berbahaya dari semua pemimpin sukses.
Anda perlu menang dalam setiap situasi. Setiap argumen. Setiap diskusi. Bahkan dalam hal-hal yang tidak penting.
Contoh nyata: Anda mengajak istri dinner. Dia bilang, "Ayo pergi ke restoran Italia itu." Anda jawab, "Tidak, yang Chinese lebih bagus." Anda "menang" argumen itu. Tapi dinner jadi tidak menyenangkan karena istri Anda kesal.
Pertanyaan penting: Apakah worth it untuk menang dalam situasi di mana winning tidak ada artinya?
Goldsmith bercerita tentang seorang CEO yang tidak bisa berhenti berkompetisi—bahkan ketika bermain tenis dengan anak berusia 9 tahun. Ia harus menang. Dengan skor menghancurkan. Lalu bertanya-tanya mengapa anaknya tidak suka bermain dengannya.
Pelajaran: Ada saat di mana menang itu penting. Tapi ada lebih banyak saat di mana membiarkan orang lain menang jauh lebih berharga.
Kebiasaan 2: Menambahkan Terlalu Banyak Value
Seseorang di tim Anda datang dengan ide: "Aku pikir kita harus launch produk ini di Q3."
Anda langsung merespons: "Ide bagus! Tapi akan lebih bagus kalau kita launch di Q2, dan tambahkan fitur X dan Y."
Anda merasa Anda membantu. Anda menambahkan value dengan pengalaman dan wisdom Anda.
Masalahnya: Anda baru saja merampas ownership dari ide itu. Sekarang bukan lagi ide mereka—itu ide Anda yang mereka eksekusi. Motivasi mereka drop drastis.
Insight kunci: Semakin tinggi posisi Anda, semakin "saran" Anda terdengar seperti perintah. Anda pikir Anda menawarkan input. Mereka mendengar instruksi.
Dan ketika ide itu berhasil, siapa yang dapat credit? Anda, karena Anda yang "memperbaiki" ide mereka.
Solusi: Belajarlah untuk tutup mulut. Kadang ide yang 80% sempurna dengan ownership penuh jauh lebih efektif daripada ide 100% sempurna tanpa ownership.
Kebiasaan 3: Menghakimi
"Produk ini tidak akan berhasil." "Itu ide buruk." "Aku tidak suka pendekatan itu."
Ketika Anda terus-menerus menghakimi ide dan pendapat orang lain, Anda menciptakan lingkungan di mana orang berhenti berbagi. Orang berhenti berinovasi. Orang hanya memberitahu Anda apa yang ingin Anda dengar.
Perbedaan penting: Ada bedanya antara evaluate (menilai dengan alasan objektif) dan judge (menilai berdasarkan opini pribadi tanpa basis yang jelas).
Kebiasaan 4: Komentar Destruktif
"Presentasi kamu terlalu panjang." "Design ini jelek." "Meeting itu waste of time."
Sarcasm, kritik pedas, atau komentar negatif yang tidak perlu—ini semua merusak morale dan hubungan.
Aturan emas Goldsmith: Sebelum mengatakan sesuatu yang negatif, tanya diri sendiri: "Apakah ini akan membuat situasi lebih baik atau lebih buruk?"
Jika tidak membuat lebih baik, diam.
Kebiasaan 5: Memulai dengan "Tidak," "Tapi," atau "Namun"
Seseorang: "Aku pikir kita harus coba strategi marketing baru ini." Anda: "Ya, TAPI kita sudah coba hal serupa tahun lalu dan gagal."
Kata "tapi" langsung meniadakan segala sesuatu yang dikatakan sebelumnya. Setiap kali Anda menggunakan "tapi," Anda basically berkata: "Apa yang baru kamu katakan itu salah atau tidak relevan."
Solusi sederhana: Ganti "tapi" dengan "dan."
"Ya, dan kita perlu mempertimbangkan apa yang kita pelajari dari percobaan tahun lalu."
Dengar perbedaannya?
Kebiasaan 6: Memberitahu Semua Orang Seberapa Pintar Anda
"Oh, itu? Aku sudah tahu itu sejak 5 tahun lalu." "Aku pernah baca paper tentang itu." "Aku punya sertifikasi di bidang itu."
Ketika setiap percakapan menjadi kesempatan untuk memamerkan IQ atau kredensial Anda, orang akan mulai menghindari Anda.
Ironi: Orang yang benar-benar pintar tidak perlu memberitahu orang bahwa mereka pintar.
Kebiasaan 7: Berbicara Ketika Marah
Marah adalah emosi normal. Tapi ketika Anda mengekspresikan kemarahan di tempat kerja—terutama sebagai pemimpin—damage-nya permanen.
Orang tidak akan ingat 99 interaksi positif Anda dengan mereka. Mereka akan ingat satu kali Anda berteriak atau melontarkan kata-kata kasar.
Goldsmith's rule: Jangan pernah berbicara atau mengirim email ketika Anda marah. Tunggu. Breathe. Process. Lalu, jika masih perlu dibicarakan, lakukan dengan kepala dingin.
Kebiasaan 8: Negativity
"Itu tidak akan berhasil." "Kita sudah coba itu sebelumnya." "Ada terlalu banyak hambatan."
Ketika default mode Anda adalah skeptisisme dan negativity, Anda membunuh inovasi dan morale.
Insight: Orang yang paling negatif sering merasa mereka adalah yang paling "realistis" atau "berpengalaman." Mereka pikir mereka melindungi perusahaan dari ide buruk.
Realitanya: Mereka membuat orang lain berhenti mencoba.
Kebiasaan 9: Menahan Informasi
Beberapa pemimpin menahan informasi karena mereka percaya knowledge is power. Semakin banyak informasi yang hanya Anda tahu, semakin indispensable Anda.
Masalahnya: Di dunia modern yang bergerak cepat, information hoarding adalah bunuh diri. Tim yang tidak punya informasi tidak bisa membuat keputusan cepat. Mereka harus selalu menunggu Anda. Ini memperlambat segalanya dan membuat Anda bottleneck.
Kebiasaan 10: Gagal Memberi Pengakuan
Anda punya team member yang bekerja lembur seminggu untuk menyelesaikan project. Project berhasil. Anda langsung move ke project berikutnya tanpa mengakui kontribusi mereka.
"Itu kan memang tugas mereka," Anda pikir.
Realita: Orang yang merasa tidak dihargai akan stop going above and beyond. Mereka akan melakukan bare minimum. Dan eventually, mereka akan pergi.
Kebiasaan 11: Mengklaim Credit Bukan Milik Anda
Ini lebih parah dari gagal memberi yang pengakuan. Ini adalah actively mengambil credit untuk pekerjaan orang lain.
Ketika Anda melakukan ini—bahkan sekali—kepercayaan hancur. Dan kepercayaan yang hancur hampir tidak mungkin diperbaiki.
Kebiasaan 12: Membuat Alasan
"Aku terlambat karena traffic." "Aku tidak bisa selesaikan laporan itu karena asistenku tidak memberi data tepat waktu." "Aku marah karena kamu yang memancing aku."
Excuses mengikis kredibilitas dan respect. Orang melihat melalui excuse Anda. Mereka tahu Anda hanya menghindari accountability.
Leaders sejati: Mereka take responsibility ketika things go wrong dan give credit ketika things go right. Bukan sebaliknya.
Kebiasaan 13: Terpaku di Masa Lalu
"Dulu di perusahaan lama ku, kami melakukan dengan cara ini..." "Ketika aku masih junior, kami bekerja 80 jam seminggu..." "Generasi sekarang tidak setough generasi aku..."
Living in the past membuat Anda tidak relevan. Dunia berubah. Pasar berubah. Teknologi berubah. Anda harus berubah juga.
Kebiasaan 14: Main Favorit
Ketika Anda clearly punya favorite—dan memperlakukan mereka berbeda dari yang lain—Anda menciptakan toxic culture.
Yang bukan favorit akan demotivated. Dan yang favorit? Mereka akan stop working hard karena mereka tahu mereka sudah "safe."
Kebiasaan 15: Menolak Menyatakan Penyesalan
"Aku tidak perlu minta maaf. Aku hanya mengatakan kebenaran." "Minta maaf adalah tanda kelemahan." "Jika aku minta maaf, orang akan kehilangan respect pada ku."
Goldsmith membantah semua ini: Minta maaf adalah "the most magical, healing, restorative gesture human beings can make."
Ketika Anda minta maaf dengan tulus, Anda tidak terlihat lemah. Anda terlihat strong enough untuk admit mistake. Dan orang respect itu.
Kebiasaan 16: Tidak Mendengarkan
Ini adalah salah satu kebiasaan paling umum dan paling merusak.
Seseorang berbicara dengan Anda, tetapi Anda:
● Melihat ponsel Anda
● Memikirkan apa yang akan Anda katakan selanjutnya
● Memotong mereka di tengah kalimat
● Mengubah topik
Pesan yang Anda kirim: "Apa yang kamu katakan tidak penting. Kamu tidak penting."
Goldsmith's advice: Ketika seseorang berbicara dengan Anda, berikan 100% attention. Matikan ponsel. Lakukan eye contact. Jangan interrupt. Show bahwa Anda care.
Kebiasaan 17: Gagal Mengucapkan Terima Kasih
"Terima kasih" adalah dua kata paling powerful yang bisa Anda katakan. Dan gratis.
Tapi banyak pemimpin jarang mengucapkannya. Mereka pikir itu tidak perlu. "Mereka dibayar untuk melakukan pekerjaan itu."
Realita: Orang tidak bekerja hanya untuk uang. Mereka bekerja untuk merasa valued, appreciated, dan respected. "Terima kasih" memberikan semua itu.
Kebiasaan 18: Menghukum Pembawa Berita Buruk
Ketika seseorang memberitahu Anda bad news, dan Anda marah kepada mereka, apa yang terjadi?
Mereka stop membawa bad news. Mereka hanya akan membawa good news. Atau lebih buruk, mereka memutarbalikkan bad news menjadi terdengar seperti good news.
Hasilnya: Anda akan hidup dalam bubble, tidak tahu masalah sebenarnya sampai terlambat.
Kebiasaan 19: Lempar Tanggung Jawab
"Itu bukan tanggung jawab ku." "Departemen lain yang seharusnya handle itu." "Aku hanya following orders."
Passing the buck membuat Anda terlihat seperti bukan team player. Dan di level senior, itu adalah career suicide.
Kebiasaan 20: Kebutuhan Berlebihan untuk Menjadi "Aku"
"That's just who I am. Deal with it." "Aku orang yang blunt. Aku tidak bisa berubah." "Aku selalu seperti ini dan berhasil sampai sejauh ini."
Menggunakan "ini siapa aku" sebagai excuse untuk tidak berubah adalah defense mechanism. Anda takut berubah, jadi Anda rationalize bahwa Anda tidak perlu berubah.
Goldsmith menghancurkan excuse ini: Jika perilaku Anda menyakiti orang lain dan menghalangi efektivitas Anda, "being yourself" adalah tidak acceptable.
Bagian 3: Kebiasaan ke-21—Obsesi pada Goal
Goldsmith menambahkan satu kebiasaan lagi yang sedikit berbeda: obsesi pada goal.
Goal-setting itu penting. Fokus itu penting. Tapi ketika Anda terlalu obsessed pada goal, Anda bisa:
● Mengorbankan health dan relationships
● Bulldoze over orang lain
● Mengabaikan konsekuensi jangka panjang
● Mencapai goal tapi merasa empty
Contoh klasik: Eksekutif yang bekerja 100 jam seminggu untuk mencapai target revenue, tapi miss semua momen penting dengan keluarga. Ia mencapai goal financial-nya, tapi kehilangan pernikahan dan relationship dengan anak-anaknya.
Pelajaran: Pastikan goal yang Anda kejar adalah goal yang benar-benar penting. Dan pastikan Anda tidak mengorbankan hal yang lebih penting untuk mencapainya.
Bagian 4: Cara Berubah—7 Langkah
Goldsmith memberikan process sistematis untuk mengubah perilaku:
Langkah 1: Feedback
Anda tidak bisa fix apa yang tidak Anda tahu broken. Minta feedback dari:
● Boss Anda
● Peers Anda
● Direct reports Anda
● Bahkan keluarga
Tanyakan dengan spesifik: "Kebiasaan apa yang menurut Anda menghalangi efektivitas ku?"
Peringatan: Ini akan menyakitkan. Anda akan mendengar hal-hal yang tidak ingin Anda dengar. Tapi ini necessary untuk growth.
Langkah 2: Meminta Maaf
Setelah Anda tahu kebiasaan buruk Anda, langkah pertama adalah apologize ke orang-orang yang telah terkena dampaknya.
Bukan apology yang defensif atau disertai excuse. Apology yang genuine dan sederhana:
"Aku menyadari bahwa aku sering memotong pembicaraan orang. Aku minta maaf. Aku akan berusaha lebih baik."
Kekuatan apology: Ini reset relationship dan menunjukkan Anda serious tentang berubah.
Langkah 3: Iklankan
Beritahu semua orang bahwa Anda working on changing behavior tertentu.
"Hai team, aku mendapat feedback bahwa aku terlalu sering mengambil alih idea orang. Aku akan berusaha berhenti melakukan itu. Jika aku melakukannya lagi, tolong ingatkan aku."
Mengapa ini powerful: Ini menciptakan accountability. Orang akan memperhatikan dan membantu Anda berubah.
Langkah 4: Mendengarkan
Ini adalah skill paling underrated dari leadership.
Goldsmith's listening tips:
● Tutup mulut ketika orang lain berbicara
● Jangan interrupt
● Jangan finish kalimat orang lain
● Jangan segera jump ke solusi
● Ask clarifying questions
● Summarize apa yang Anda dengar untuk memastikan Anda understand
Langkah 5: Mengucapkan Terima Kasih
Mulai habit baru: ucapkan terima kasih kepada minimal 5 orang setiap hari.
Untuk apa saja—kontribusi kecil atau besar, help yang mereka berikan, effort yang mereka keluarkan.
Setelah 30 hari, ini akan menjadi habit. Dan dampaknya pada culture akan transformative.
Langkah 6: Follow Up
Ini adalah secret sauce dari Goldsmith's coaching method.
Setiap bulan, tanyakan kepada stakeholders Anda: "Apakah kamu melihat improvement dalam [behavior yang sedang aku perbaiki]?"
Jangan cuma tanya sekali. Follow up every single month selama 12-18 bulan.
Mengapa ini works: Ini menunjukkan commitment Anda. Ini membuat orang aware bahwa Anda serious. Dan measurement memaksa Anda untuk actually berubah.
Langkah 7: Practice Feedforward
Goldsmith memperkenalkan konsep brilian: feedforward (bukan feedback).
Feedback = berbicara tentang past. Sering trigger defensiveness dan guilt.
Feedforward = minta suggestion untuk future.
Contoh: Alih-alih: "Kamu buruk dalam presentation. Kamu terlalu cepat dan tidak engage audience."
Coba: "Aku ingin improve presentation skill ku. Ada suggestion apa yang bisa aku lakukan di presentation berikutnya untuk lebih engage audience?"
Perbedaan besar: Feedforward focus on solution, bukan problem. Itu forward-looking dan actionable.
Bagian 5: Rules for Changing
Goldsmith memberikan beberapa prinsip penting tentang perubahan behavior:
Rule 1: Anda Tidak Perlu Mengubah 20 Kebiasaan
Pick 1-2 kebiasaan yang paling menghambat Anda. Focus hanya pada itu. Jangan overwhelming diri sendiri.
Rule 2: It Takes Time
Behavior change bukan instant. Butuh 12-18 bulan consistent effort untuk permanently change habit.
Rule 3: Monetize It
Put skin in the game. Bayar $10 ke charity setiap kali Anda slip back ke habit lama.
Mengapa ini works: Sebagai high achiever, Anda competitive. Anda hate losing—bahkan $10.
Rule 4: Don't Wait for Perfect Timing
"Aku akan mulai berubah setelah project ini selesai." "Aku akan fokus pada ini setelah Q4."
Realita: Tidak pernah ada perfect timing. Always ada project lain, deadline lain, crisis lain.
Best time to start: Sekarang.
Rule 5: Measure Everything
Anda tidak bisa improve apa yang tidak Anda ukur. Track progress Anda. Dokumentasikan feedback yang Anda dapat.
Rule 6: Be Patient with Others
Perubahan Anda genuine. Tapi orang mungkin skeptical di awal. Mereka perlu waktu untuk percaya bahwa Anda benar-benar berubah.
Goldsmith's observation: "It's harder to change people's perceptions of your behavior than to change your behavior."
Terus consistent. Eventually, perceptions will catch up with reality.
Penutup: From Here to There
Marshall Goldsmith menutup dengan pengingat kuat: Anda sudah sukses. That's the easy part.
The hard part: Mengakui bahwa meskipun Anda sukses, Anda punya room untuk improvement. Dan improvement itu tidak datang dari learning new skills—tapi dari stopping bad behaviors.
Pertanyaan untuk Anda:
1. Dari 20 kebiasaan yang dijelaskan, mana 1-2 yang paling sering Anda lakukan?
2. Siapa yang telah terkena dampak negatif dari behavior Anda?
3. Apa yang akan berubah jika Anda stop doing kebiasaan itu?
4. Kapan Anda akan mulai?
Remember: Apa yang membawa Anda sampai di sini—ke level kesuksesan Anda saat ini—mungkin tidak cukup untuk membawa Anda ke sana—ke level tertinggi yang Anda inginkan.
Kesuksesan masa lalu bukan jaminan kesuksesan masa depan.
Tapi dengan self-awareness, kerendahan hati untuk admit weaknesses, dan commitment untuk berubah—Anda bisa terus naik.
Jadi, what will you stop doing today?
Tentang Buku Asli
What Got You Here Won't Get You There: How Successful People Become Even More Successful ditulis oleh Marshall Goldsmith dan diterbitkan pada tahun 2007.
Marshall Goldsmith adalah salah satu executive coach paling terkenal di dunia, dengan klien termasuk lebih dari 150 CEO dari perusahaan Fortune 500. Coaching-nya biasanya berharga enam digit. Buku ini memberikan wisdom-nya kepada siapa saja dengan harga buku.
Goldsmith bekerja dengan Peter Drucker—management guru legendaris—yang pernah berkata: "We spend a lot of time teaching leaders what to do. We don't spend enough time teaching leaders what to stop."
Buku ini adalah tentang what to stop.
Gaya penulisan Goldsmith straightforward, honest, dan sering humorous. Ia tidak berbasa-basi. Ia memberikan real examples dari decades of coaching experience-nya.
Untuk deep dive yang lebih comprehensive, baca buku aslinya. Buku ini penuh dengan stories, examples, dan nuance yang tidak bisa sepenuhnya ditangkap dalam summary.
Tapi jika ada satu takeaway yang harus Anda ingat dari ringkasan ini:
Stop doing what's holding you back. Start now. Follow up monthly. Never stop.
Your future self will thank you.

