The Autobiography of Andrew Carnegie

Andrew Carnegie


Pria yang Mati Kaya, Mati dalam Aib

"Pria yang mati kaya, mati dalam aib." 

Kata-kata ini, yang ditulis Andrew Carnegie pada tahun 1889, mengejutkan dunia. Di era dimana mogul industri membangun istana mewah dan mengumpulkan harta sebanyak mungkin, seorang pria terkaya di dunia mengatakan bahwa kekayaan yang tidak diberikan adalah aib? 

Tapi untuk memahami pernyataan radikal ini, kita harus kembali ke awal—ke loteng kecil di sudut Moodie Street dan Priory Lane, Dunfermline, Skotlandia, di mana pada 25 November 1835, seorang bayi laki-laki bernama Andrew Carnegie lahir dalam kemiskinan yang meresahkan. 

Tidak ada yang bisa memprediksi bahwa anak ini akan menjadi salah satu orang terkaya dalam sejarah manusia. Atau bahwa ia akan memberikan hampir seluruh kekayaannya—lebih dari 90% dari fortune-nya—untuk kebaikan umat manusia. 

Ini adalah kisah tentang bagaimana penenun damask yang bangkrut menjadi raja baja. Tentang bagaimana imigran miskin membangun Amerika. Tentang bagaimana satu pria mengubah konsep filantropi selamanya. 

Ini adalah kisah Andrew Carnegie—dalam kata-katanya sendiri.

 


Bagian 1: Akar di Tanah Skotlandia 

Andrew Carnegie tumbuh di Dunfermline, pusat perdagangan damask di Skotlandia. Ayahnya, William Carnegie, adalah penenun damask dengan empat atau lima alat tenun. 

Keluarga Carnegie bukan kaya, tapi mereka tidak miskin juga—setidaknya pada awalnya. Mereka punya rumah kecil. Ayah punya pekerjaan. Ada makanan di meja. 

Tapi lebih penting dari kondisi ekonomi mereka, keluarga Carnegie kaya akan sesuatu yang lain: nilai-nilai. 

Ibu Andrew, Margaret Morrison Carnegie, adalah wanita dengan kekuatan karakter yang luar biasa. Ia keras, praktis, dan tidak pernah menyerah. Ketika kesulitan datang—dan kesulitan akan datang dengan keras—ibu-nya yang menyelamatkan keluarga. 

Ayahnya, William, adalah pria yang lembut dan idealis. Ia percaya pada kesetaraan, membenci aristokrasi, dan mengajarkan Andrew tentang kehebatan republik. 

"Kecaman terhadap pemerintahan monarki dan aristokratik, terhadap privilese dalam segala bentuknya, keagungan sistem republik, superioritas Amerika—tanah yang dihuni oleh ras kita sendiri, rumah bagi orang-orang merdeka di mana hak istimewa setiap warga adalah hak setiap orang—ini adalah tema-tema menggembirakan yang menjadi nutrisi saya," tulis Carnegie. 

"Sebagai anak-anak, saya bisa saja membunuh raja, duke, atau lord, dan menganggap kematian mereka sebagai pelayanan kepada negara dan karenanya tindakan heroik." 

Nilai-nilai radikal ini—keyakinan pada kesetaraan, penolakan terhadap privilese, dan kepercayaan pada kemampuan individu—akan membentuk seluruh filosofi hidup Carnegie. 

Bencana Datang 

Lalu revolusi industri datang ke Dunfermline. 

Mesin tenun bertenaga uap tiba—mesin yang bisa melakukan pekerjaan lima atau sepuluh penenun tangan. Permintaan untuk tenun tangan runtuh. William Carnegie, dengan alat tenunnya, tiba-tiba tidak diperlukan lagi. 

Keluarga jatuh ke dalam kemiskinan yang mengerikan. Tidak ada pekerjaan. Tidak ada penghasilan. Hanya utang yang menumpuk. 

Andrew, yang saat itu berusia 12 tahun, ingat melihat ayahnya duduk di alat tenun, mencoba mencari order, tapi tidak ada yang datang. Melihat seorang pria yang bangga dan mampu dihancurkan oleh kekuatan ekonomi di luar kontrolnya adalah trauma yang tidak pernah Andrew lupakan.

Margaret Carnegie, wanita yang luar biasa itu, tidak menyerah. Ia mulai mengikat sepatu untuk mendapatkan penghasilan. Ia bekerja sampai tengah malam, mengikat sepatu dengan tangan, sementara anak bungsunya, Tom, duduk di lututnya memasukkan benang ke jarum. 

Tapi tidak cukup. Mereka harus membuat keputusan drastis: meninggalkan Skotlandia dan pergi ke Amerika—tanah kesempatan.

 


Bagian 2: Amerika—Tanah Harapan dan Kesulitan 

1848. Keluarga Carnegie menjual semua yang mereka punya untuk membeli tiket kapal ke Amerika. Mereka tiba di Pittsburgh, Pennsylvania—kota industri yang penuh dengan pabrik, asap, dan kebisingan. 

Amerika tidak seperti yang mereka bayangkan. Tidak ada jalanan berlapis emas. Hanya kerja keras, kondisi yang brutal, dan berjuang untuk bertahan hidup. 

Pekerjaan Pertama: $1.20 per Minggu 

Andrew, yang sekarang berusia 13 tahun, mendapat pekerjaan pertamanya di pabrik bobbin (gulungan benang). Gajinya: $1.20 per minggu. 

Pekerjaannya adalah mengoperasikan mesin uap dan memanaskan boiler di ruang bawah tanah yang gelap dan panas. Ini adalah pekerjaan yang mengerikan—berbahaya, kotor, dan melelahkan. 

Andrew ingat melihat pantulan api dari boiler di dinding ruang bawah tanah yang gelap. Ia merasa seperti di neraka. 

Tapi ia tidak mengeluh. Tidak dalam tulisannya, tidak dalam ingatannya. Ia melakukan apa yang harus dilakukan. $1.20 per minggu adalah $1.20 per minggu untuk keluarga yang hampir tidak punya apa-apa. 

Tapi dalam hatinya, Andrew tahu: ini tidak bisa menjadi hidupnya. Harus ada jalan yang lebih baik. 

Kesempatan Emas: Telegraph Office 

Kesempatan datang dalam bentuk yang tidak terduga. 

Paman Andrew ditanya apakah ia tahu anak muda yang bisa menjadi messenger boy di kantor telegraf Pittsburgh. Gaji: $2.50 per minggu. 

Andrew melompat pada kesempatan itu. "$2.50 per minggu! Ini adalah fortune!" 

Tapi ada masalah: Andrew tidak tahu Pittsburgh. Ia tidak yakin bisa melakukan pekerjaan itu. Ia lemah dan kecil. 

Dalam wawancara, ia berkata dengan jujur: "Saya tidak tahu Pittsburgh. Mungkin saya tidak akan cocok, mungkin tidak cukup kuat. Tapi yang saya inginkan hanyalah kesempatan untuk mencoba." 

Kejujuran dan kerendahan hati itu memberinya pekerjaan.

Carnegie kemudian merefleksikan: "Atas hal-hal sepele seperti itu, konsekuensi paling penting bergantung. Sebuah kata, sebuah tatapan, sebuah aksen, dapat mempengaruhi takdir tidak hanya individu, tetapi bangsa. Dia adalah orang yang berani yang menyebut sesuatu sebagai hal sepele." 

Belajar Telegraf: Pintu ke Masa Depan 

Sebagai messenger boy, Andrew harus mengirim pesan telegraf ke berbagai bisnis di Pittsburgh. Ia menggunakan setiap kesempatan untuk mempelajari kota—setiap jalan, setiap bangunan, setiap kantor. 

Tapi yang lebih penting, ia mempelajari mesin telegraf itu sendiri. 

Messenger boys diperbolehkan berlatih pada mesin telegraf di pagi hari sebelum hari kerja dimulai. Kebanyakan anak tidak memanfaatkan kesempatan ini. Andrew melakukannya. 

Ia datang lebih awal. Berlatih setiap pagi. Belajar kode Morse. Belajar bagaimana mesin bekerja. 

Tidak lama kemudian, ketika operator telegraf membutuhkan istirahat, Andrew bisa mengambil alih. Ia menjadi satu-satunya messenger boy yang bisa mengoperasikan mesin. 

Pelajaran pertama Carnegie: "Peluang ada di mana-mana. Tapi hanya mereka yang melihat dan memanfaatkannya yang naik."

 


Bagian 3: Colonel Anderson dan Hadiah yang Mengubah Hidup 

Di tengah kesulitan ini, sesuatu yang luar biasa terjadi—sesuatu yang akan membentuk seluruh filosofi filantropi Carnegie di kemudian hari. 

Colonel James Anderson, seorang pria kaya di Pittsburgh, membuka perpustakaan pribadinya—400 volume buku—setiap Sabtu untuk "working boys" yang ingin belajar. 

Awalnya, perpustakaan ini hanya untuk anak laki-laki yang bekerja dengan tangan mereka—blacksmiths, carpenters, dan sejenisnya. Messenger boys tidak termasuk. 

Andrew menulis surat ke Pittsburgh Dispatch berargumen bahwa messenger boys seharusnya memenuhi syarat. Ia menandatangani surat itu "Working Boy." 

Colonel Anderson, tersentuh oleh surat itu, setuju. 

Carnegie menulis: "Jendela dibuka di dinding penjara saya di mana cahaya pengetahuan mengalir masuk. Setiap hari kerja dan bahkan jam-jam panjang layanan malam menjadi lebih ringan oleh buku yang saya bawa dan saya baca di interval yang bisa dicuri dari tugas." 

Buku-buku itu mengubah hidupnya. Mereka membuka dunia. Mereka memberinya pendidikan yang tidak pernah bisa ia dapatkan di sekolah. 

Dan Carnegie tidak pernah melupakannya. 

Puluhan tahun kemudian, ketika ia menjadi salah satu orang terkaya di dunia, ia menulis: "Ketika kekayaan datang kepada saya, saya memutuskan bahwa itu harus digunakan untuk mendirikan perpustakaan gratis, sehingga anak-anak miskin lainnya bisa menerima kesempatan yang sama dengan yang kami dapatkan dari Colonel Anderson." 

Carnegie akhirnya akan membangun lebih dari 2,500 perpustakaan di seluruh dunia—warisan terbesar dari satu tindakan kebaikan seorang pria.

 


Bagian 4: Thomas Scott dan Pendidikan Bisnis Sesungguhnya 

Pada usia 18 tahun, Andrew mendapat pekerjaan sebagai clerk dan operator telegraf untuk Pennsylvania Railroad, bekerja langsung dengan superintenden bernama Thomas Scott. 

Thomas Scott bukan hanya bos Andrew. Ia menjadi mentor, guru, dan figur ayah kedua. 

Scott melihat sesuatu dalam Andrew—kecerdasan, ambisi, etika kerja, dan kemampuan untuk belajar dengan cepat. Ia mulai mengajari Andrew bukan hanya tentang telegraf, tetapi tentang bisnis, manajemen, dan investasi. 

Investasi Pertama: Momen yang Mengubah Segalanya 

Suatu hari, Scott bertanya kepada Andrew: "Apakah kamu punya lima ratus dolar? Jika ya, saya ingin membuat investasi untukmu." 

Lima ratus dolar? Andrew hampir tidak punya lima puluh dolar. 

Tapi ia tidak akan kehilangan kesempatan untuk terhubung secara finansial dengan mentornya. "Saya pikir saya bisa mengatur jumlah itu," katanya dengan berani. 

Bagaimana? Ia meminjam uang dari ibunya, Margaret. Wanita luar biasa itu menggadaikan rumah mereka untuk mendapatkan $500. 

Scott menginvestasikan uang itu dalam saham perusahaan rel kereta api kecil. Sebulan kemudian, Andrew menerima cek dividen pertamanya: $10. 

Carnegie tidak akan pernah melupakan momen itu: "Saya tidak bisa percaya pada mata saya. Ini adalah uang yang datang bukan dari kerja keras, tetapi dari uang itu sendiri bekerja. Ini adalah wahyu." 

Ini adalah awal dari pemahaman Carnegie tentang kapitalisme, investasi, dan kekuatan uang untuk menghasilkan lebih banyak uang.

Naik dengan Cepat 

Ketika Perang Saudara Amerika pecah pada 1861, Scott dipromosikan untuk mengawasi semua transportasi militer. Ia membawa Andrew bersamanya ke Washington sebagai asistennya. 

Andrew, pada usia 25 tahun, membantu mengatur transportasi pasukan Union. Ia membangun jembatan telegraf. Ia memastikan kereta api berjalan tepat waktu untuk membawa tentara dan persediaan. 

Pengalaman ini memberinya pemahaman tentang organisasi berskala besar, logistik, dan pentingnya infrastruktur. 

Tapi yang lebih penting, ia melihat peluang.

 


Bagian 5: Dari Besi ke Baja—Membangun Kerajaan

Setelah perang, Carnegie melihat masa depan: besi dan baja. 

Amerika sedang membangun. Jembatan dibutuhkan—ratusan, ribuan jembatan untuk menghubungkan negara yang luas ini dengan rel kereta api. Dan jembatan membutuhkan besi, dan akhirnya baja. 

Keystone Bridge Company 

Carnegie dan beberapa mitra mendirikan Keystone Bridge Company untuk membangun jembatan besi. Ini adalah langkah berani—sebagian besar jembatan saat itu masih terbuat dari kayu. 

Tapi Carnegie melihat bahwa kayu tidak akan bertahan. Besi dan baja adalah masa depan. 

Perusahaan sukses. Tapi Carnegie melihat masalah: untuk memastikan kualitas yang konsisten, mereka perlu mengendalikan pembuatan besi itu sendiri. 

Jadi ia masuk ke bisnis manufaktur besi. Lalu, ketika proses Bessemer—metode revolusioner untuk membuat baja dengan biaya lebih rendah—tiba di Amerika, Carnegie melihat peluang yang lebih besar. 

Revolusi Baja 

Carnegie melompat ke pembuatan baja dengan kedua kaki. Ia membangun pabrik baja modern menggunakan proses Bessemer. Ia terus-menerus menginvestasikan kembali keuntungan ke teknologi yang lebih baik, mesin yang lebih efisien, proses yang lebih cepat. 

Pesaingnya puas dengan status quo. Carnegie terus berinovasi. 

Filosofi bisnisnya sederhana

1. Investasikan kembali keuntungan untuk meningkatkan efisiensi 

2. Kurangi biaya produksi tanpa mengurangi kualitas 

3. Dalam depresi, ketika yang lain memotong, investasi dan perluas 

4. Perlakukan pekerja dengan adil—mereka adalah aset terbesar Anda 

Hasilnya? Carnegie Steel menjadi produsen baja terbesar di dunia. Carnegie memproduksi lebih banyak baja daripada seluruh Inggris Raya.

Penjualan kepada J.P. Morgan 

Pada tahun 1900, ketika Carnegie berusia 65, ia lelah. Ia ingin pensiun dan mengabdikan sisa hidupnya untuk filantropi. 

Financier J.P. Morgan ingin membeli Carnegie Steel. Setelah satu malam berdiskusi, Carnegie menuliskan harga di selembar kertas: $480 juta (setara dengan lebih dari $15 miliar hari ini). 

Morgan melihatnya dan berkata, "Saya menerimanya." 

Dengan goresan pena, Andrew Carnegie menjadi orang terkaya di dunia. Tapi baginya, ini bukan akhir. Ini adalah awal dari misi sejatinya.

 


Bagian 6: "The Gospel of Wealth"—Filosofi yang Mengubah Dunia 

Pada 1889, Carnegie menulis esai yang akan mengubah filantropi selamanya: "The Gospel of Wealth" (Injil Kekayaan). 

Esainya dimulai dengan pernyataan yang berani: 

"Masalah zaman kita adalah administrasi kekayaan yang tepat, sehingga ikatan persaudaraan masih bisa mengikat orang kaya dan miskin dalam hubungan yang harmonis." 

Carnegie berpendapat bahwa perbedaan kekayaan yang besar adalah hasil alami dari kapitalisme dan industrialisasi—dan itu sebenarnya bagus untuk masyarakat, karena menciptakan kemajuan ekonomi. 

Tapi—dan ini adalah "tapi" yang besar—orang kaya memiliki tanggung jawab moral untuk menggunakan kekayaan mereka untuk kebaikan masyarakat. 

Tiga Cara Menggunakan Kekayaan 

Carnegie mengidentifikasi tiga cara orang kaya bisa mendistribusikan kekayaan mereka: 

1. Mewariskannya kepada anak-anak Carnegie menolak ini dengan keras. Ia berpendapat bahwa ahli waris kekayaan besar sering menghamburkannya dalam kehidupan yang boros. Lebih buruk lagi, memberi anak-anak kekayaan besar tanpa mereka bekerja menghancurkan karakter mereka. 

2. Meninggalkannya untuk amal setelah mati Lebih baik dari opsi pertama, tapi masih tidak ideal. Mengapa? Karena tidak ada jaminan uang akan digunakan dengan bijak. Dan ini adalah pengecut—membiarkan orang lain melakukan pekerjaan yang seharusnya Anda lakukan sendiri. 

3. Memberikannya selama hidup untuk tujuan publik Ini adalah satu-satunya opsi yang benar, menurut Carnegie. 

Orang kaya harus: 

● Hidup sederhana, menghindari kemewahan yang berlebihan 

● Menyediakan secukupnya untuk keluarga mereka 

Menganggap semua surplus kekayaan sebagai dana amanah untuk dikelola bagi saudara-saudara mereka yang lebih miskin

"Orang yang Mati Kaya, Mati dalam Aib" 

Carnegie menulis salah satu kutipan paling terkenal dalam sejarah filantropi: 

"Orang yang meninggalkan jutaan kekayaan yang tersedia di belakangnya, yang menjadi miliknya untuk dikelola selama hidup, akan meninggal 'tidak diratapi, tidak dihormati, dan tidak dikenang,' tidak peduli untuk tujuan apa ia meninggalkan kekayaan yang tidak bisa ia bawa bersamanya. Tentang orang seperti ini, vonis publik akan menjadi: 'Pria yang mati kaya mati dalam aib.'" 

Tapi Tidak Semua Pemberian Sama 

Carnegie bukan pendukung amal indiskriminat. Ia membedakan antara dua jenis orang miskin: 

1. Mereka yang miskin karena keadaan di luar kendali mereka—layak mendapat bantuan 2. Mereka yang miskin karena kemalasan atau kebiasaan buruk—tidak layak 

Ia juga percaya bahwa pemberian uang tunai kepada individu adalah bentuk amal terburuk

"Dari setiap seribu dolar yang dihabiskan dalam apa yang disebut amal hari ini, kemungkinan $950 dihabiskan secara tidak bijaksana; dihabiskan sedemikian rupa untuk menghasilkan kejahatan yang ingin dimitigasi atau disembuhkan." 

Sebagai gantinya, Carnegie percaya pada memberikan alat untuk self-improvement: perpustakaan, universitas, museum, taman publik—institusi yang membantu orang yang ingin membantu diri mereka sendiri.

 


Bagian 7: Memberikan Kekayaan—Warisan yang Abadi 

Carnegie menghabiskan 18 tahun terakhir hidupnya memberikan fortune-nya. Dan ia melakukannya dengan cara yang sistematis, thoughtful, dan transformatif. 

2,500+ Perpustakaan Carnegie 

Proyeknya yang paling terkenal adalah perpustakaan. 

Carnegie membangun lebih dari 2,500 perpustakaan di seluruh dunia—di kota-kota kecil dan besar di Amerika, Kanada, Inggris, Australia, dan negara-negara lain. 

Tapi ia tidak hanya memberikan gedung. Ia mensyaratkan bahwa kota harus: 

1. Menyediakan tanah untuk perpustakaan 

2. Meloloskan ordinansi yang menetapkan pajak untuk mendukung biaya operasional perpustakaan setelah hibah awal 

Mengapa? Karena Carnegie ingin memastikan perpustakaan akan berkelanjutan dan didukung oleh komunitas, bukan hanya hadiah amal. 

Ia juga menetapkan panduan arsitektur yang mewajibkan kesederhanaan dan fungsionalitas—setelah beberapa komunitas membangun gedung perpustakaan yang terlalu mewah dengan uang hibahnya. 

Universitas dan Institusi Pendidikan 

Carnegie mendirikan atau memberi kontribusi besar kepada: 

● Carnegie Mellon University di Pittsburgh 

● Carnegie Institute of Technology 

● Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching ($15 juta) 

● Carnegie Institution of Washington untuk penelitian ilmiah ($10 juta) 

Carnegie Hall 

Ruang konser ikonik di New York City—tempat di mana beberapa konser paling bersejarah dalam sejarah musik diadakan. 

Carnegie Endowment for International Peace 

Didanai dengan $10 juta, didedikasikan untuk mempromosikan perdamaian internasional—misi yang sangat dekat dengan hati Carnegie, terutama setelah melihat kehancuran Perang Dunia I.

Total Pemberian 

Pada saat kematiannya pada 1919, Carnegie telah memberikan lebih dari $350 juta (setara dengan lebih dari $8 miliar hari ini)—sekitar 90% dari total kekayaannya. 

Ia telah membuktikan bahwa ia serius dengan "Gospel of Wealth"-nya. Ia tidak mati kaya. Ia mati setelah memberikan hampir segalanya.

 


Bagian 8: Pelajaran dari Kehidupan Carnegie

1. Tempat Kelahiran dan Keadaan Tidak Menentukan Takdir 

Carnegie lahir dalam kemiskinan di Skotlandia. Ia datang ke Amerika tanpa apa-apa. Pekerjaan pertamanya membayar $1.20 per minggu. 

Tapi ia tidak membiarkan keadaan menentukan masa depannya. Ia bekerja keras, memanfaatkan setiap kesempatan, dan tidak pernah berhenti belajar. 

"Saya beruntung dalam leluhur saya, saya sangat beruntung dalam tempat kelahiran saya," tulisnya. Tapi keberuntungan itu bukan tentang kekayaan—itu tentang nilai-nilai yang ditanamkan keluarganya: kerja keras, integritas, dan percaya pada diri sendiri. 

2. Pendidikan Datang dalam Banyak Bentuk 

Carnegie tidak punya pendidikan formal yang signifikan. Ia tidak pergi ke universitas. Ia tidak punya gelar. 

Tapi ia terus belajar—dari buku di perpustakaan Colonel Anderson, dari Thomas Scott yang mengajarinya bisnis, dari pengalamannya sendiri. 

"Universitas terbesar adalah kehidupan itu sendiri," tulisnya. 

3. Mentor adalah Kunci 

Thomas Scott mengubah hidup Carnegie. Ia tidak hanya memberikan pekerjaan—ia memberikan pendidikan, peluang investasi, dan akses ke dunia bisnis. 

Carnegie tidak pernah lupa. Ia kemudian menjadi mentor bagi banyak orang muda, memberikan mereka kesempatan yang sama yang ia terima. 

4. Investasikan Kembali untuk Tumbuh 

Baik dalam bisnis maupun kehidupan, Carnegie selalu menginvestasikan kembali. Ia tidak mengambil semua keuntungan untuk konsumsi pribadi—ia menginvestasikannya kembali ke mesin yang lebih baik, proses yang lebih efisien, ekspansi. 

Prinsip yang sama berlaku untuk pengembangan pribadi: terus investasikan dalam dirimu sendiri—belajar, tumbuh, improve.

5. Kekayaan Adalah Amanah, Bukan Milik 

Ini adalah pelajaran terbesar dari Carnegie: kekayaan datang dengan tanggung jawab. 

Jika masyarakat memberi Anda kesempatan untuk menjadi kaya, Anda memiliki kewajiban untuk memberikan kembali kepada masyarakat itu. 

Orang kaya adalah "hanya wali dan agen untuk saudara-saudara mereka yang lebih miskin."

6. Berikan Selama Hidup, Bukan Setelah Mati 

Pemberian setelah mati tidak berarti apa-apa—itu adalah uang yang diambil dari Anda, bukan diberikan oleh Anda. 

Berikan selama Anda hidup sehingga Anda bisa melihat dampaknya, memastikan uang digunakan dengan bijak, dan merasakan kepuasan membantu orang lain. 

7. Berikan Alat, Bukan Uang Tunai 

Jangan berikan ikan—berikan alat pancing. 

Perpustakaan, universitas, institusi pendidikan—ini adalah cara Carnegie memberikan. Ia memberikan alat untuk self-improvement bagi mereka yang mau berusaha.

 


Penutup: Warisan yang Hidup 

Andrew Carnegie meninggal pada 11 Agustus 1919, pada usia 83 tahun. Ia tidak mati sebagai orang terkaya di dunia—ia telah memberikan hampir semuanya. Tapi ia mati sebagai salah satu orang paling dikagumi dan dihormati di dunia. 

Perpustakaan Carnegie masih berdiri di ribuan kota, melayani jutaan orang setiap tahun. Carnegie Mellon University adalah salah satu institusi penelitian terkemuka di dunia. Carnegie Hall masih menjadi salah satu tempat konser paling prestisius di planet ini. 

Warisannya bukan dalam uang yang ia kumpulkan, tetapi dalam kebaikan yang ia lakukan dengan uang itu. 

Pelajaran Abadi 

Di zaman kita hari ini, ketika kesenjangan kekayaan semakin lebar, ketika billionaire mengumpulkan fortune yang belum pernah terjadi sebelumnya, kata-kata Carnegie dari tahun 1889 masih bergema: 

"Masalah zaman kita adalah administrasi kekayaan yang tepat." 

The Giving Pledge—di mana billionaire seperti Bill Gates, Warren Buffett, dan Mark Zuckerberg berkomitmen untuk memberikan mayoritas kekayaan mereka—adalah bukti langsung dari pengaruh Carnegie. 

Tapi Anda tidak perlu menjadi billionaire untuk hidup menurut prinsip Carnegie.

Prinsip-prinsip ini berlaku di setiap tingkat

Bekerja keras dan manfaatkan setiap kesempatan 

Terus belajar sepanjang hidup Anda 

Investasikan kembali dalam pertumbuhan Anda 

Berikan kembali kepada komunitas Anda 

Hidup sederhana, hindari kemewahan yang tidak perlu 

Gunakan apa yang Anda punya untuk membantu orang lain membantu diri mereka sendiri

Kata-kata Terakhir Carnegie 

Dalam surat kepada anak-anaknya yang ia tulis di akhir hidupnya, Carnegie menulis: 

"Saya tidak pernah menyesali apa pun yang telah saya lakukan kecuali hal-hal yang tidak saya lakukan." 

Ia hidup tanpa penyesalan karena ia menggunakan hidupnya—semua kekayaannya, semua pengaruhnya, semua energinya—untuk mencoba membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. 

Apa yang akan menjadi warisan Anda? 

Tidak peduli dari mana Anda memulai—loteng di Skotlandia atau apartemen di Jakarta, pabrik bobbin atau kantor modern—Anda memiliki kekuatan untuk membuat perbedaan. 

Seperti Carnegie menulis: "Tidak ada raja atau presiden yang memiliki kekuatan seperti warga negara dari republik yang berpikir dan bertindak." 

Jadi pikirkan. Bertindaklah. Dan berikan. 

Karena pada akhirnya, kita tidak diingat karena apa yang kita kumpulkan, tetapi karena apa yang kita berikan. 

Dan seperti Andrew Carnegie membuktikan: pria yang mati kaya memang mati dalam aib. Tapi pria yang memberikan segalanya? Ia hidup selamanya.

 


Tentang Buku Asli 

The Autobiography of Andrew Carnegie ditulis oleh Carnegie sendiri dan diterbitkan secara anumerta pada tahun 1920, setahun setelah kematiannya. 

Buku ini diedit oleh John C. Van Dyke, yang sebagian besar hanya mengatur material secara kronologis dan sekuensial sehingga narasi bisa berjalan tanpa hambatan hingga akhir. 

Carnegie menulis autobiografinya tanpa niat untuk menarik perhatian publik—dirancang hanya untuk keluarganya. Tapi istrinya, Louise Whitfield Carnegie, memutuskan untuk menerbitkannya setelah kematiannya karena ia percaya ceritanya perlu dibagikan dengan dunia. 

Buku ini memberikan wawasan langsung ke dalam pikiran salah satu industrialis dan filantropis terbesar dalam sejarah. Ini bukan hanya kisah sukses bisnis—ini adalah meditasi tentang tanggung jawab, nilai, dan apa artinya menjalani kehidupan yang bermakna. 

Untuk pengalaman penuh dari kebijaksanaan dan wawasan Carnegie, sangat disarankan membaca buku aslinya. Gaya penulisannya jelas, engaging, dan penuh dengan anekdot personal yang menghidupkan era itu. 

Buku ini sering diterbitkan bersama dengan esainya yang terkenal, "The Gospel of Wealth," memberikan pandangan lengkap tentang filosofi hidup dan bisnis Carnegie. 

Ringkasan ini disusun untuk menangkap esensi dari perjalanan luar biasa Carnegie, tetapi tidak ada yang bisa menggantikan membaca kata-katanya sendiri dan merasakan passion-nya untuk kebaikan manusia. 

Sekarang pergilah—bekerja keras, belajar terus, dan berikan kembali.

Buat perbedaan dengan cara Anda sendiri. 

Dan ingat: yang penting bukan berapa banyak yang Anda kumpulkan, tetapi berapa banyak yang Anda berikan.