Kapal yang Lebih Pintar dari Nahkodanya
Laut Utara, suatu pagi yang dingin.
Hyperion—yacht senilai $40 juta yang lebih menyerupai pesawat luar angkasa daripada kapal layar—terombang-ambing di ombak ganas. Di dalamnya, Jim Clark duduk di depan panel kontrol yang penuh dengan layar komputer, mencoba membuat kapal berlayar sendiri dari San Francisco dengan mengklik mouse.
Rencana aslinya—yang seperti biasa tidak berarti banyak ketika dibuat oleh Jim Clark—adalah menguji kapal cepat di Laut Utara dan kemudian berlayar melintasi Atlantik. Michael Lewis, penulis yang mengikuti Jim untuk menulis buku ini, duduk di sana bertanya-tanya apakah ini akan menjadi pelayaran terakhirnya.
Hyperion bukan sekadar kapal layar biasa. Ini adalah kapal tiang tunggal terbesar di dunia, lebih kompleks dari Boeing 747. Setiap perangkat di kapal—dari sistem navigasi hingga toilet—terkoneksi ke satu komputer pusat yang dikendalikan oleh kode yang ditulis oleh 50 insinyur terbaik di Silicon Valley.
Jim Clark, pendiri tiga perusahaan miliaran dolar, menghabiskan lebih banyak waktu memikirkan kapal ini daripada perusahaan keempatnya yang sedang ia dirikan untuk mengubah industri kesehatan.
"Ini akan menjadi yacht robotik pertama," kata Jim dengan mata berbinar seperti anak kecil. "Aku akan bisa mengendalikannya dari mejaku di San Francisco."
Tapi pagi itu, di tengah badai Laut Utara, Hyperion tidak merespons perintah. Sistem komputer berpikir kapal berada di gurun Sahara, Afrika. Atau mungkin sensornya rusak. Atau mungkin—dan ini yang paling mengerikan—kode-nya punya bug fatal.
Inilah Jim Clark: seorang pria yang telah mengubah cara dunia menggunakan komputer, yang memicu boom internet, yang menjadi billionaire tiga kali berturut-turut—tapi yang masih obsessed dengan membuat kapal layar computerized bekerja dengan sempurna.
Ini adalah kisah tentang pria yang tidak pernah puas. Yang selalu mencari "new new thing"—hal baru yang lebih baru. Yang mengubah kapitalisme modern. Dan yang, mungkin lebih penting, mengubah cara kita memikirkan tentang masa depan.
Bagian 1: Dari Plainview ke Stanford
Awal yang Tidak Menjanjikan
Jim Clark lahir pada 23 Maret 1944 di Plainview, Texas—kota kecil di tengah-tengah gurun yang tidak menawarkan apapun selain kemiskinan dan kebosanan.
Ayahnya adalah alkoholik yang kasar. Masa kecil Jim dipenuhi dengan kekerasan dan ketidakstabilan. Pada usia 16 tahun, Jim drop out dari sekolah menengah. Tidak ada yang mengharapkan anak ini akan jadi apa-apa.
Jim bergabung dengan Angkatan Laut AS, di mana ia diperkenalkan pada elektronik. Untuk pertama kalinya, sesuatu mengklik di otaknya. Ia menemukan sesuatu yang ia mengerti secara instingtif: bagaimana mesin berpikir.
Setelah keluar dari Angkatan Laut, Jim mulai mengambil kursus malam di Tulane University. Meskipun tidak punya ijazah SMA, ia mengumpulkan cukup kredit untuk diterima di University of New Orleans.
Lalu sesuatu yang luar biasa terjadi: Jim menemukan ia jenius dalam matematika dan fisika. Otak yang dianggap bodoh di sekolah menengah ternyata bisa memahami konsep-konsep kompleks dengan mudah luar biasa.
Ia terus kuliah—bachelor, master, PhD dalam fisika dan ilmu komputer dari University of Utah. Pada usia 30-an, ia menjadi profesor di University of California Santa Cruz, lalu Stanford University.
Tapi Jim tidak cocok dengan dunia akademis. Ia terlalu tidak sabar. Terlalu frustrasi dengan lambatnya progress. Terlalu tertarik pada aplikasi praktis daripada teori abstrak.
Yang ia benar-benar inginkan adalah membuktikan sesuatu—kepada ayahnya yang kasar, kepada guru-guru yang menganggapnya bodoh, kepada semua orang yang meremehkannya.
Lahirnya Silicon Graphics
1982. Jim Clark, pada usia 38, memutuskan untuk meninggalkan Stanford dan mendirikan perusahaan.
Visinya sederhana tapi revolusioner: membuat komputer yang bisa menampilkan grafis 3D real-time. Pada masa itu, komputer hanya bisa menampilkan teks dan grafis 2D yang sangat sederhana. Grafis 3D membutuhkan supercomputer yang harganya jutaan dolar.
Jim percaya ia bisa membuat workstation desktop yang bisa melakukan ini. Bersama enam mahasiswa pascasarjana Stanford, ia mendirikan Silicon Graphics, Inc. (SGI).
Para venture capitalist skeptis. Pasar untuk grafis 3D? Terlalu niche. Siapa yang akan membeli ini?
Tapi Jim punya sesuatu yang tidak dimiliki orang lain: visi yang begitu jelas tentang masa depan sehingga ia bisa membuat orang lain melihatnya juga.
SGI berkembang pesat. Workstation mereka digunakan oleh engineer untuk mendesain mobil, pesawat, dan produk kompleks lainnya. Hollywood menggunakan SGI untuk efek visual film—Jurassic Park, Terminator 2, film-film yang mendefinisikan era baru CGI.
Pada 1991, SGI menjadi pemimpin dunia dalam grafis komputer, bernilai lebih dari $1 miliar.
Jim Clark telah membuktikan sesuatu. Anak drop out dari Plainview, Texas, telah membangun perusahaan billion-dollar.
Tapi bukannya bahagia, Jim malah semakin frustrasi.
Keluar dari Silicon Graphics
Masalahnya: Jim Clark tidak cocok dengan perusahaan besar yang ia ciptakan.
SGI sekarang punya board of directors, eksekutif profesional, proses pengambilan keputusan yang lambat. Jim, yang terbiasa bergerak cepat dan mengambil risiko besar, merasa tercekik.
Ia ingin SGI masuk ke pasar konsumer—membuat Nintendo yang lebih canggih, TV interaktif, produk-produk yang akan mengubah cara orang menggunakan teknologi di rumah.
Board mengatakan tidak. Terlalu berisiko. Fokus pada bisnis yang sudah ada.
Jim merasa dikhianati. Ini adalah perusahaannya, visinya, dan sekarang orang-orang yang tidak mengerti teknologi memberitahunya apa yang harus dilakukan.
Pada Januari 1994, Jim Clark mengundurkan diri dari Silicon Graphics dengan marah dan pahit.
Ia berusia 50 tahun. Ia punya sekitar $20 juta dari stake di SGI. Kebanyakan orang akan pensiun, menikmati hidup, mungkin bermain golf.
Jim Clark mulai mencari "new new thing" berikutnya.
Bagian 2: Menemukan Marc dan Memulai Revolusi
Email yang Mengubah Dunia
Februari 1994. Jim Clark mengirim email ke Marc Andreessen, lulusan 22 tahun dari University of Illinois yang baru saja pindah ke Silicon Valley.
Email itu singkat:
"Kamu mungkin tidak kenal saya, tapi saya pendiri dan mantan chairman Silicon Graphics. Seperti yang mungkin kamu baca di pers, saya meninggalkan SGI. Saya berencana membentuk perusahaan baru. Saya ingin mendiskusikan kemungkinan kamu bergabung dengan saya."
Marc Andreessen tahu siapa Jim Clark. Semua orang di dunia komputer tahu. Ini adalah legenda Silicon Valley.
Marc setuju bertemu. Mereka mulai brainstorming ide—TV interaktif, gaming 3D, berbagai konsep futuristik.
Tapi satu ide terus muncul kembali: browser web.
Marc telah memimpin tim yang menciptakan Mosaic di National Center for Supercomputing Applications (NCSA)—browser pertama yang membuat World Wide Web mudah digunakan. Mosaic memiliki gambar inline, interface yang intuitif, dan merubah internet dari tool untuk nerd menjadi sesuatu yang bisa digunakan siapapun.
"Kita bisa membuat Mosaic killer," kata Marc. "Merekrut tim asli, menulis ulang dari awal, membuatnya lebih robust dan komersial."
Jim ragu. "Tidak ada yang pikir kamu bisa membangun bisnis di sekitar internet."
Tapi ia melihat angka: 25 juta orang menggunakan internet. Jika ada 25 juta orang, pasti ada bisnis.
"Instinku mengatakan ini besar," kata Jim.
Merekrut Tim dalam Semalam
Dua hari kemudian, Jim dan Marc terbang ke Illinois.
Mereka berkumpul dengan tim Mosaic asli—Eric Bina, Rob McCool, Aleks Totic, Chris Houck, John Mittelhauser—di lobby hotel.
Jim membuat pitch sederhana: "Kita akan membuat browser terbaik yang pernah ada. Kita akan mengubah dunia. Dan kalian akan kaya."
Ia mengetik enam offer letter di kamarnya dan fax ke dirinya sendiri.
Setiap orang menerima di tempat.
Keesokan harinya, seluruh tim masuk ke NCSA bersama-sama dan resign. Mereka pulang, mengepak barang, dan terbang ke Silicon Valley.
Dalam 48 jam, Jim Clark telah merakit tim engineering terbaik untuk browser web.
Mereka menyebut perusahaan itu Mosaic Communications—yang segera dituntut oleh University of Illinois dan diganti menjadi Netscape.
Enam Bulan yang Mengubah Dunia
Tim bekerja seperti kesetanan. Mereka tinggal di apartemen kecil, tidur sedikit, makan pizza, dan menulis kode 18 jam sehari.
Oktober 1994: Beta version Netscape Navigator 0.96b dirilis gratis di internet. Desember 1994: Netscape Navigator 1.0 diluncurkan—browser komersial pertama.
Hasilnya luar biasa. Dalam dua bulan, Netscape mengklaim 70% market share browser. Orang-orang download dengan gila-gilaan. Universitas, perusahaan, dan individu semua beralih dari Mosaic ke Navigator.
Netscape tidak hanya lebih cepat dan lebih stabil—ia juga punya fitur-fitur yang membuat web menjadi lebih kaya: support untuk Java, JavaScript, SSL untuk transaksi aman, multimedia.
Netscape sedang membangun infrastruktur untuk internet modern.
IPO yang Memulai Segalanya
Agustus 1995. Satu tahun setelah founding, Jim membuat keputusan yang gila: membawa Netscape go public.
Perusahaan belum profit. Revenue masih minimal. Menurut aturan konvensional, perusahaan harus punya minimal empat quarter profit berturut-turut sebelum IPO.
Tapi Jim Clark tidak peduli pada aturan konvensional.
9 Agustus 1995, Netscape IPO di NASDAQ dengan harga $28 per saham. Pada akhir hari perdagangan pertama, saham ditutup di $58—naik lebih dari 100%. Market capitalization Netscape: $2,2 miliar.
Jim Clark, yang invest $4 juta setahun sebelumnya, sekarang punya saham senilai ratusan juta dolar.
Marc Andreessen, anak 24 tahun, tiba-tiba worth $58 juta.
Bahkan engineer yang join setahun lalu menjadi jutawan instant.
Netscape IPO memulai dot-com boom.
Tiba-tiba, Wall Street menyadari: internet adalah big deal. Dan kamu tidak perlu profit untuk go public—kamu hanya perlu pertumbuhan, visi, dan cerita yang bagus tentang masa depan.
Formula lama kapitalisme dibalik. Dulu, perusahaan harus profit dulu, baru investor tertarik. Sekarang, investor invest dulu, berharap profit datang kemudian.
Jim Clark telah mengubah aturan main.
Bagian 3: Perang dengan Microsoft dan Akhir Netscape
Raksasa yang Terbangun
Kesuksesan Netscape tidak luput dari perhatian Microsoft.
Bill Gates menyadari ia telah membuat kesalahan strategis besar: ia mengabaikan internet. Dan sekarang Netscape sedang membangun platform yang bisa—mungkin—menggantikan Windows sebagai interface utama untuk computing.
Microsoft meluncurkan serangan total: Internet Explorer, browser gratis yang di-bundle dengan Windows.
Perang browser dimulai.
Jim Clark, frustrasi dengan taktik Microsoft yang ia anggap anti-kompetitif, melakukan sesuatu yang mengejutkan: ia membocorkan kepada US Department of Justice bahwa eksekutif Microsoft mengancam akan menghancurkan Netscape kalau mereka tidak mau berpartner.
Ini memicu investigasi antimonopoli Microsoft—salah satu kasus antitrust terbesar dalam sejarah.
Exit yang Menguntungkan
1998. Netscape dijual ke America Online (AOL) seharga $4,2 miliar.
Jim Clark walk away dengan $1,2 bilion.
Dari investasi awal $4 juta empat tahun sebelumnya.
Ini adalah return 30,000%. Dalam empat tahun.
Tapi bagi Jim, ini bukan tentang uang. Tidak pernah tentang uang.
Ini tentang menang. Tentang membuktikan bahwa ia benar. Tentang revenge terhadap semua orang yang pernah meragukan dia.
Dan sekarang, pada usia 54, dengan $1,2 miliar di bank, kebanyakan orang akan berhenti. Jim Clark sudah mencari "new new thing" berikutnya.
Bagian 4: Healtheon—Mencoba Mengubah Healthcare
Industri yang Rusak
1996. Jim melihat sistem kesehatan Amerika dan melihat kekacauan total.
$1 triliun dollar per tahun dihabiskan untuk healthcare. Tapi 20-30% dari itu adalah waste—paperwork, administrasi, duplikasi, inefficiency.
Dokter menghabiskan separuh waktu mereka mengisi formulir daripada merawat pasien. Asuransi company punya ribuan form berbeda. Hospital tidak bisa berbicara satu sama lain karena sistem komputer tidak compatible.
Jim melihat peluang: "Kita bisa membawa seluruh industry ini online. Connect semua orang—dokter, hospital, asuransi, pasien—di satu platform."
Healtheon lahir.
Tantangan yang Lebih Besar
Tapi healthcare bukan seperti browser.
Dengan browser, kamu buat produk bagus dan orang download. Selesai.
Dengan healthcare, kamu harus meyakinkan ribuan organisasi dengan sistem legacy, regulasi kompleks, dan incentive yang misaligned untuk semua beralih ke platform baru secara bersamaan.
Ini adalah "chicken and egg problem" ultimate: dokter tidak akan use platform kalau asuransi tidak ada di sana. Asuransi tidak akan join kalau tidak ada dokter. Pasien tidak akan use kalau tidak ada dokter dan asuransi.
Jim, dengan karakteristik overconfidence-nya, berpikir ia bisa memecahkan ini. Ia merekrut eksekutif, raise ratusan juta dari VC, dan mulai building platform.
Tapi healthcare lebih keras kepala dari yang ia kira. Progress lambat. Resistance besar. Adoption minimal.
Dan Jim, yang tidak punya patience untuk detail operational dan execution jangka panjang, mulai bosan.
Pola yang Berulang
Michael Lewis, yang mengikuti Jim sepanjang periode ini, melihat pola:
1. Jim punya visi brilliant tentang masa depan
2. Ia merekrut orang pintar untuk execute visi itu
3. Ia raise uang dari VC dan go public dengan valuasi gila
4. Ia mulai bosan dan frustrasi dengan detail execution
5. Ia mulai mencari "new new thing" berikutnya
Jim tidak tertarik menjalankan perusahaan. Ia tertarik creating perusahaan.
Ia tidak tertarik dengan hari ke hari management. Ia tertarik dengan vision, disruption, revolution.
"Aku bukan CEO," kata Jim. "Aku creator."
Bagian 5: Hyperion—Obsesi yang Mengalihkan
Yacht Sebagai Metafora
Selama periode Healtheon, Jim menghabiskan waktu lebih banyak memikirkan Hyperion daripada perusahaannya.
Yacht $40 juta dengan tiang 193 kaki—yang terbesar di dunia untuk single-mast vessel.
Setiap sistem—navigasi, sail control, engine, bahkan plumbing—terkoneksi ke komputer pusat. Yacht bisa "berlayar sendiri" dengan AI mengendalikan sails berdasarkan wind conditions dan tujuan.
Atau setidaknya itulah teori.
Realitanya: sistem terus crash. Sensor memberikan data salah. Software punya bug. Crew frustrasi karena harus manually override komputer setiap beberapa jam.
Tapi Jim obsessed. Ia menghabiskan jam-jam setiap hari tweaking code, debugging, re-designing.
Michael Lewis menyadari: Hyperion adalah metaphor sempurna untuk Jim Clark.
Ini adalah visi grandiose tentang masa depan—yacht yang bisa navigate sendiri tanpa human intervention.
Tapi reality jauh lebih messy dari vision. Bug ada dimana-mana. Sistem tidak bekerja seperti yang dijanjikan. Human masih dibutuhkan untuk membuat segalanya berjalan.
Dan Jim, daripada menghadapi reality, terus tweaking, terus optimizing, terus believing bahwa one more iteration akan membuat semuanya perfect.
Pelayaran Transatlantik
Musim dingin 1998. Jim memutuskan untuk berlayar Hyperion dari Holland ke Caribbean—through North Atlantic di musim badai.
Setiap sailor berpengalaman bilang ini gila. North Atlantic di winter brutal. Storm datang tanpa warning. Gelombang 30 kaki adalah normal.
Tapi Jim insist. Ia ingin test system dalam kondisi ekstrem.
Michael Lewis, somewhat against his better judgment, join pelayaran.
Yang terjadi adalah comedy of errors: sistem computer crash repeatedly, meninggalkan mereka tanpa navigation. Sensor berpikir mereka di Sahara desert. Sail control freeze dalam badai.
Crew—sailor profesional yang biasanya sangat tenang—mulai panic.
Jim, di tengah kekacauan, tetap calm dan focused pada debugging software. Mereka survive—barely. Tapi system tidak pernah benar-benar work seperti yang Jim envision.
Hyperion, yacht $40 juta, terbukti tidak lebih canggih dari yacht traditional dengan crew yang baik.
Bagian 6: Anatomi dari "New New Thing"
Apa Itu "New New Thing"?
Michael Lewis menyadari bahwa Jim Clark tidak pernah puas.
Bukan karena ia greedy untuk uang—ia sudah punya lebih banyak uang daripada yang bisa ia habiskan dalam beberapa lifetime.
Bukan karena ia ingin fame—ia sebenarnya tidak suka spotlight dan media attention.
Yang menggerakkan Jim adalah quest untuk "new new thing"—idea yang akan mengubah dunia, yang akan membuktikan bahwa ia lebih pintar dari semua orang, yang akan menjadi revenge ultimate terhadap semua orang yang pernah meremehkannya.
Setiap kali ia reach goal, goal langsung berubah. Threshold untuk "cukup" selalu bergeser lebih tinggi.
$10 juta? Tidak cukup. $100 juta? Tidak cukup. $1 miliar? Masih belum cukup. "Kapan kamu akan satisfied?" tanya Lewis.
"Tidak pernah," jawab Jim dengan jujur. "Kalau aku satisfied, aku mati."
Formula Silicon Valley
Melalui Jim Clark, Lewis menguraikan formula baru Silicon Valley:
Old Capitalism:
1. Build product
2. Make profit
3. Grow slowly
4. Go public after established track record
New Capitalism (Jim Clark Model):
1. Have big vision tentang masa depan
2. Recruit brilliant engineers
3. Build prototype (doesn't have to work perfectly)
4. Tell compelling story
5. Go public ASAP dengan valuasi gila based on future potential, bukan current profit 6. Use public market money untuk actually build the business
7. Hope profits come eventually (or exit before they have to)
Ini membalikkan traditional capitalism. Dan it worked—setidaknya untuk sementara, selama boom berlanjut.
Peran Venture Capitalists
Lewis juga mengexplore ecosystem di sekitar Jim.
Venture capitalists seperti John Doerr di Kleiner Perkins bukan hanya passive investors. Mereka adalah kingmaker.
Mereka membuka pintu. Mereka recruit executive. Mereka connect startups dengan customers dan partners besar. Mereka craft narrative yang membuat company attractive untuk IPO.
Dan mereka make obscene amount of money doing it.
Invest $5 juta di Netscape, walk away dengan $500 juta ketika company go public. Return 100X dalam 18 bulan.
Ini adalah "greatest legal creation of wealth in history of the planet," menurut Lewis.
Engineers: The Real Builders
Tapi di center dari semuanya adalah engineers.
Jim Clark adalah idea man. Marc Andreessen adalah visionary. VCs adalah money men.
Tapi orang yang actually write code, yang debug di midnight, yang solve impossible technical problem—mereka adalah unsung heroes.
Dan dalam new economy, mereka suddenly bisa menjadi kaya.
Engineer yang join Netscape early dan punya stock options langsung jadi jutawan setelah IPO.
Ini menciptakan gold rush mentality: join startup early, work insane hours, hope untuk IPO, cash out.
Ini adalah Silicon Valley formula yang akan define 1990s—dan beyond.
Bagian 7: Pelajaran dari Jim Clark dan "New New Thing"
1. Visionaries vs. Operators
Jim Clark adalah visionary pure. Ia bisa see future dengan clarity yang orang lain tidak punya.
Tapi ia terrible operator. Ia tidak punya patience untuk detail, untuk slow progress, untuk politics organizational.
Pelajarannya: Visionaries need operators. Steve Jobs needed Tim Cook. Bill Gates needed Steve Ballmer. Jim Clark needed CEO professionals yang bisa actually run companies sementara ia chase next vision.
2. Revenge Sebagai Motivator
Jim selalu driven oleh sense of revenge—terhadap ayahnya yang abusive, terhadap guru yang bilang ia bodoh, terhadap board SGI yang tidak appreciate visinya, terhadap Microsoft yang try destroy Netscape.
Revenge adalah powerful motivator. Tapi it's also exhausting dan ultimately unsatisfying. Jim never feel bahwa ia "won" cukup. Goalpost terus bergerak.
3. Innovation Membutuhkan Dissatisfaction
Orang yang satisfied tidak create revolutionary companies.
Jim Clark perpetually dissatisfied. Tidak pernah happy dengan status quo. Selalu looking untuk what could be better.
Ini membuat ia brilliant innovator. Tapi juga membuat ia terrible di finding personal happiness.
4. The Danger of "New New Thing" Mentality
Selalu chasing "new new thing" berarti never seeing anything through completion.
Jim create brilliant foundations—Silicon Graphics, Netscape, Healtheon—tapi ia rarely stay untuk actually build them into mature, sustainable companies.
Ia leave untuk successor to figure out messy details.
Ini okay untuk serial entrepreneur. Tapi it's not model for everyone.
5. Money Doesn't Equal Happiness
Jim Clark, dengan billions di bank, masih deeply unhappy.
Ia punya yacht $40 juta yang tidak work properly. Ia punya divorce yang mahal dan painful. Ia punya success yang tidak bring satisfaction.
Uang solve certain problems. Tapi it doesn't fill internal void, terutama kalau void itu berasal dari childhood trauma dan need untuk constant validation.
6. The Power of Timing
Jim brilliant di seeing future. Tapi ia juga lucky di timing.
Ia build Silicon Graphics right ketika industries need 3D graphics. Ia build Netscape right ketika internet explode.
Vision without proper timing adalah useless. Timing without vision juga useless. Great entrepreneur combine both.
7. Ecosystem Matters
Jim tidak bisa build companies sendirian. Ia need:
● Brilliant engineers (Marc Andreessen dan team)
● Smart VCs (John Doerr, Kleiner Perkins)
● Strong executives (Jim Barksdale as Netscape CEO)
● Right market conditions (internet boom)
Silicon Valley bekerja karena semua piece ini ada dalam concentrated geographic area dengan culture yang support risk-taking.
Penutup: Legacy dari Jim Clark dan Boom yang Ia Mulai
What Happened Next?
Setelah buku ini published di 1999, dot-com boom terus escalate—dan kemudian crash spectacular di 2000-2001.
Netscape hilang, absorbed ke AOL dan eventually jadi irrelevant.
Healtheon merge dengan WebMD, survive but never menjadi revolution yang Jim envision. Silicon Graphics bangkrut pada 2009.
Tapi legacy Jim Clark tidak diukur dari fate individual companies.
The Real Revolution
Jim Clark dan Netscape IPO memulai era baru:
Internet sebagai platform bisnis. Sebelum Netscape, internet adalah academic tool. After Netscape, it jadi tempat untuk build billion-dollar businesses.
IPO sebagai liquidity event, bukan culmination. Dulu, company go public after fully mature. Sekarang, company go public early untuk raise capital to continue growth.
"Move fast and break things" mentality. Silicon Valley culture dari shipping fast, iterating quickly, dan not being afraid of failure—semua ini di-exemplify oleh Jim Clark.
Engineer as kingmaker. Software engineers jadi highly valued, bisa earn fortune melalui stock options, dan punya leverage dalam choosing where to work.
Semua ini adalah direct result dari revolution yang Jim Clark help create.
The Man Who Could Never Stop
Michael Lewis conclude buku dengan observation yang melancholic:
Jim Clark, despite all success, masih looking untuk next thing. Masih trying to prove something. Masih driven oleh demons dari childhood.
Ia adalah American dream incarnate—dari poverty ke billions melalui genius dan hard work.
Tapi ia juga adalah American tragedy—man yang never bisa enjoy success karena always chasing next achievement.
"New new thing" adalah blessing dan curse.
It drives innovation. It creates industries. It changes world.
Tapi it also creates people yang tidak pernah satisfied, yang tidak pernah present, yang selalu looking over horizon untuk next frontier.
Untuk Kita
Apa yang kita pelajari dari Jim Clark dan "The New New Thing"?
Kalau kamu entrepreneur, remember: vision itu important, tapi execution lebih important. Dream big, tapi juga follow through.
Kalau kamu join startup, understand: kamu betting pada vision yang mungkin tidak materialize. Tapi kalau vision itu benar dan timing tepat, rewards bisa extraordinary.
Kalau kamu investor, know: greatest returns come dari backing visionaries pada right moment. Tapi most visionaries fail. Pick carefully.
Untuk semua orang: "New new thing" mentality bisa drive achievement, tapi jangan sampai ia prevent kamu dari appreciating apa yang sudah kamu accomplish.
Happiness bukan di horizon. Happiness adalah di journey.
Jim Clark mengubah dunia. Tapi ia belum find peace dalam dirinya sendiri. Don't make same mistake.
Tentang Buku Asli
The New New Thing: A Silicon Valley Story ditulis oleh Michael Lewis dan published pada 1999 oleh W. W. Norton & Company.
Michael Lewis adalah journalist dan author terkenal yang juga wrote "Liar's Poker" (tentang Wall Street), "Moneyball" (tentang baseball dan data analytics), "The Big Short" (tentang financial crisis 2008), dan banyak bestseller lainnya.
Lewis given unprecedented access ke Jim Clark. Ia follow Jim untuk months, termasuk joining transatlantic sailing trip dari hell di Hyperion. Ini memberi dia insight yang sangat intimate tentang character Jim Clark dan culture Silicon Valley.
Buku ini capture moment unique dalam history—end of millennium, height dari dot-com boom, era ketika everything seemed possible dan fortunes dibuat overnight.
Published di 1999, right sebelum dot-com crash, buku ini adalah time capsule dari era optimism dan excess yang mendefinisikan late 1990s Silicon Valley.

